Selasa, 08 Mei 2012

Kanker kolon


KANKER KOLON RECTUM..

A.      Konsep Dasar Kolon dan Rektum
1.         Pengertian
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana kita ketahui sistem pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus (duodenum, yeyunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. (Adil Pasaribu, 2008).
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai tempat pembuangan, maka di usus besar sebagian nutrien telah dicerna dan di absorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. (Setiadi, 2007).
Kolon adalah bagian usus besar antara usus buntu dan poros usus, yang terdiri dari kolon ascending, tranversum, descending, dan sigmoid.  Rectum adalah ujung usus besar sebagai kelanjutan usus besar sigmoid sampai ke dubur. (Hendra T. Laksmana, 2005).
2.         Anatomi Fisiologi Usus Besar
Panjang kolon ± 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, disini terdapat taenia coli dan apendiks epiploika, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak memiliki vili, tidak memiliki lipatan-lipatan sirkuler (plicea circulars). Serabut-serabut otot longitudinal dalam musculus externa membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik, sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml sekali masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.

 













Gambar 1. Anatomi kolon dan rectum
(Sumber : www.drarief.com/?p=68)
Dinding usus besar terdiri dari beberapa lapisan:
a.    Tunica mucosa
Struktur ini tidak memiliki vili intestinalis dan terdiri dari:
1).      Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan sel argentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2).      Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn.
3).      Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadang-kadang terputus-putus.
b.    Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata. Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf.


c.    Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
d.   Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak berbeda dengan yang terdapat pada intestinum tenue. Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum viscerale.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dan ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dan usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid . Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, dan hal ini merupakan alasan anatomis, mengapa memposisikan penderita kesisi kiri saat pemberian enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu mengalirkan air dan rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dan kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dan rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal koion transvensum), dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dan arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter ekstema yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Proses mekanisme defekasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagian penyerapan berlangsung di separuh atas kolon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus besar setiap hari, hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang di ekskresikan. Selain air juga terdapat bakteri yang mati sebagai pembentuk feses, bahan makanan kasar yang tidak dapat di cerna dan sejumlah kecil protein, juga terdapat kandungan bilirubin sebagai pembentuk warna feses.
Proses eliminasi, atau defekasi, terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Reaksi ini di rangsang oleh otot polos longitudinal dan sirkular oleh pleksus mientrikus. Di rangsang oleh saraf parasimpatis yang berjalan di segmen sekrum korda spinalis. Peregangan mekanis terhadap rektum oleh tinja juga merupakan perangsang pristaltis yang kuat. Sewaktu gelombang pristaltik dimulai, sfingter anus internus, suatu otot polos, melemas. Apabila sfingter anus eksternus juga melemas maka akan terjadi defekasi.
Fungsi usus besar antara lain :
a.         Menyerap air dan elektrolit 80% sampai 90% dari makanan dan mengubah dari cairan menjadi massa.
b.        Tempat tinggal sejumlah bakteri coli, yang mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari.
c.         Memproduksi vitamin antara lain vitamin K, ribovlafin, dan tiamin serta berbagai gas seperti NH3, CO2,H2S, dan CH4 yang jumlah normalnya setiap hari dihasilkan sebanyak 7-10 liter.
d.        Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan sayur-sayuran hijau.
Rektum dibedakan menjadi 2 bagian :
a.         Pars ampullaris recti
Sebagian besar tidak banyak berbeda strukturnya dengan colon. Glandula intestinalis merupakan yang terpanajang diantara kelenjar usus. Kemudian makin jarang, memendek dan menghilang pars analis recti. Jaringan limfoid lebih sedikit daripada digeolony. Tunica muscularisnya terdiri dari dua lapisan tetapi tidak terdapat taenia lagi. Tunica serosa diganti oleh tunica adventitia, hingga tidak dilapisi oleh mesotil.
b.        Pars analis recti
Tunica mucosa membentuk lipatan longitudinal, sebanyak sekitar 8 buah. Lipatan longitudinale ini disebut Columna rectalis Norgagni.Ujung lipatan-lipatan tersebut bersatu membatasi lubang anus. Maka terbentuk sebagai katup valvula analis dan ruang yang disebut sinus analis. Pada apeks katup anus, epitel silindris rektum digantikan langsung oleh epitel gepeng berlapis tanpa kornifikasi dari saluran anus. Kelenjar intestinal berakhir di sini, lamina propria rektum digantikan oleh jaringan ikat padat ireguler dalam lamina propria saluran anus. Submukosa rektum bersatu dengan lamina propria saluran anus.
Lamina propria dan submukosa keduanya amat vaskular pada daerah ini. Plexus haemoroidalis interna yang terdiri dari vena terletak di dalam mukosa saluran anus dan pembuluh darah meluas dari sini ke dalam submukosa rektum. Hemoroid interna adalah hasil dilatasi patologik dari pembuluh-pembuluh ini. Hemoroid eksterna berkembang dari pembuluh-pembuluh plexus venosum eksterna pada bibir anus.
Stratum circulare tunica musculoaris pada akhirnya akan menebal membentuk m.spincter ani internum. Sedangkan diluarnya terdapat bekas-bekas otot yang bergerak melingkar membentuk m.spincter ani externus.
Pada akhir pars analis recti terdapat perubahan epitil, dari epitil silindris selapis menjadi epitil gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Daerah perubahan tersebut melingkar, disebut liner anorectale. Lebih lanjut epitil gepeng terlapis tadi akan mengalami keratinisasi dan batasnya yang membentuk lingkaran disebut liniaanucutanea. Di daerah ini mulai muncul folikel-folikel rambut dengan glandula sebacea. Galndula suderifera bersifat apokrin seperti di axilla, disebut glndula circum-anale yang berbentuk tubuler.
Defekasi sebagian merupakan reflex, sebagian lagi merupakan aktivitas volunter (yaitu dengan mengejan terjadi kontraksi diafragma dan otot abdominal) untuk meningkatkan tekanan intra abdomen.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregang dan dan waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif (1) kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustral dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter intema dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan refaksasi stingter intema. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (manuver atau peregangan Valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot stingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi menghilang.




Gambar 2. Rektum dan Anus
 







Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik massa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dan massa feses, sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya.
Bila massa feses yang keras ini terkumpul di satu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah salu penyebab hemoroid (vena vanikosa rektum). Inkontinensia feses dapat disebabkan oleh kerusakan otot sfingter ani atau gangguan medula spinalis. Daerah anorektal sering merupakan tempat terjadinya abses dan fistula. Kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran gastrointeslinal yang paling sering terjadi.
Kerja kolon dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam 4 jam setelah makan, nutrisi sisa residu melewati ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileosekal.Katup ini, yang secara normal tertutup, membantu mencegah isi kolon mengalir kembali ke usus halus. Pada setiap gelombang peristaltik, katup terbuka secara dingkat dan memungkinkan sebagian isinya masuk ke kolon.Populasi bakteri adalah komponen utama dari isis usus besar. Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambahkan pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan bicarbonat yang bekerja untuk menetralisir produk akhir yang terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa kolon dari isi interluminal dan juga memberikan perlekatan untuk massa fekal.
Aktivitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Transport lambat ini memungkinkan reabsorpsi efisien terhadap air dan elektrolit. Gelombang peristaltik kuat intermitten mendorong isi untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain di makan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Materi sisa dari makanan dalam kira-kira 12 jam. Sebanyak seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di rektum 3 hari setelah makan.
Komposisi feses mengandung :
a.       Berat feses akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g.
b.      Air mencapai 75% sampai 80%,
c.       Sepertiga materi padatnya adalah bakteri,
d.      Dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah Nitrogen, zat sisa organic dan anorganik dari sekresi pencernaan serta mucus dan lemak,
e.       Feses juga mengandung sejumlah bakteri kasar, atau serat dan selulosa yang tidak tercerna,
f.       Warna coklat berasal dari pigmen empedu,
g.      Dan bau berasal dari kerja bakteri.
B.       Konsep Dasar Kanker Kolorektal
1.         Pengertian
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai organ apa saja di tubuh manusia.(Wikipedia.Indonesia, 2008).
Kanker merupakan penyakit tidak menular yang berawal dari perubahan materi genetika, atau DNA, yang ada pada sel normal dan menghasilkan sel yang tidak sama lagi dengan induknya. (www2.kompas.com).
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas dan bisa mengenai organ apa saja. Bisa menyerang kolon, rektum atau keduanya.( www.roche.co.id).
Kanker kolorektum adalah karsinoma dan biasanya berasal dari kelenjar sekretorik lapisan mukus. (Elizabet J Corwin. 2000. hal: 535)
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).(Arief, 2008).
Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada lapisan mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi, diantara berbagai tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling sulit dikenali khususnya dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.(Agus Waspodo, 2008).
Kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak nomor 3 dan merupakan penyebab terbanyak nomor 2 kematian akibat kanker. Kanker kolorektal itu sendiri dapat dicegah dengan deteksi dan pengangkatan polip adenomatosa, dan angka ketahanan hidup secara bermakna lebih baik jika kanker kolorektal didiagnosa saat masih terlokalisasi.(The American Cancer Society, 2008).
Kanker kolorektal adalah kanker yang terjadi di daerah kolon (usus besar) dan daerah rektum. Secara anatomis, kolon berada sebelum rektum. Dan daerah kolon yang berdekatan dengan rektum tersebutlah daerah rawan kanker. Karena hampir setengah dari seluruh kasus kanker kolorektal terjadi di daerah rektum dan daerah rektosigmoid (American Institute for Cancer Research, 1997).
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau retum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, dapat   adenoma  atau berbentuk polip.( www.detak.org/aboutcancer.)
 












Gambar 3. Tumor Kolon
2.         Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis. (hadija.wordpress.com)
Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebab kanker kolorektal. Tidak dapat diterangkan, mengapa pada seseorang terkena kanker ini sedangkan yang lain tidak. Namun yang pasti adalah bahwa penyakit kanker kolorektal bukanlah penyakit menular. Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena kanker kolorektal yaitu:
a.         Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun.
b.        Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polyp ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.
c.         Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena (orang tua, kakak, adik atau anak), maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda. Riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip pada keluarga juga menjadi risiko yang sangat tinggi.
d.        Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan terkena kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia 44 tahun.
e.         Penyakit FAP (Familial Adenomatous Polyposis) - Polip adenomatosa familial (terjadi dalam keluarga); memiliki resiko 100% untuk terjadi kanker kolorektal sebelum usia 40 tahun, bila tidak diobati.
f.         Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker indung telur, kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker ini.
g.        Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker kolorektal.
h.        Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.
i.          Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.
j.          Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal.
k.        Sedikit beraktivitas. Orang yang beraktivitas fisik lebih banyak memiliki resiko lebih rendah untuk terbentuk kanker kolorektal.
l.          Infeksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut andil dalam terjadinya kanker kolorektal.
3.         Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
a.       Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
b.      Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
c.       Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
d.      Penyebaran secara transperitoneal.
e.       Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.





Stadium Kanker
 











Gambar 4 : Stadium Kanker Kolorektal
a.         Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b.        Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding  kolon/rektum   (Duke A).
c.         Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
d.        Stadium  III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
e.         Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D
).

Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC):
Stadium
T
N
M
Duke
0
Tis
N0
M0
-
I
T1
T2
N0
N0
M0
M0
A
II A
II B
T3
T4
N0
N0
M0
M0
B
III A
III B
III C
T1-T2
T3-T4
Any T
N1
N1
N2
M0
M0
M0
C
IV
Any T
Any N
M1
D
Keterangan
T       : Tumor primer
Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0     : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis     : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1   . : Tumor menyebar pada submukosa
T2   . : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3     : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4     : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral.
N      : Kelenjar getah bening regional/node
Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0   . : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M     : Metastasis
Mx  . : Metastasis tidak dapat di nilai
M0   : Tidak terdapat metastasis
M1   : Terdapat metastasis






Gambar 4 : Tahapan pembesaran kanker

4.         Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi, dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis atau sepsis dapat menimbulkan syok.

5.         Manifestasi Klinis
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis).
a.         Gejala lokalnya adalah :
1).      Perubahan kebiasaan buang air
a)         Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare),
b)        Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare)
c)         Perubahan wujud fisik kotoran/feses
(1).   Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air besar,
(2).   Feses bercampur lendir,
(3).   Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas,
2).      Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor
3).      Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita
4).      Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya.
b.        Gejala umumnya adalah :
1).      Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum di semua jenis keganasan),
2).      Hilangnya nafsu makan,
3).      Anemia, pasien tampak pucat
4).      Sering merasa lelah
5).      Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
c.         Gejala penyebarannya adalah :
1).      Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala :
a)         Penderita tampak kuning,
b)        Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati,
c)         Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati.
2).      Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan dengan peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker.

6.         Pemeriksaan Penunjang
a.          Fecal occult blood test,  pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
b.        Colok dubur. Pemeriksaan colok dubur dapat menemukan kelainan didaerah dubur dan 1/3 bawah rectum seperti tumor atau polip. Pemeriksaan endoskopi mudah melihat kelainan tersebut, meski dapat terjadi kelainan luput dari pengamatan saat insersi skope,
c.         Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
d.        Sigmoidoskopi, dengan menggunakan teropong, melihat gambaran  rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor.
e.         Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop.
f.         Pemeriksaan proktosigmoidoskopi denga skope rigid sangat bermafaat untuk memperoleh jaringan biopsi yang besar pada lesi besar didaerah rectum dan rekstosigmoid.
g.        Kolonoskopi yaitu suatu cara untuk melihat secara langsung lumen saluran cerna bagian bawah ( sejak dari rectum sampai dengan cecum) dengan alat kolonoskopi. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang paling akurat untuk mendeteksi polip. Sensitifitasnya mencapai angka 94% dengan angka kegagalan pengamatan polip berukuran < 9 mm sebesar 15%.
h.        CT scan. Pasien kanker kolorektal tanpa komplikasi tidak memerlukan pemeriksaan CT Scan rutin, karena hasilnya tidak akan merubah keputusan untuk melakukan tindakan operasi. Pemeriksaan CT Scan pada kanker rectum lanjut sangat akurat untuk menilai adanya invasi ke jaringan sekitarnya. Kemampuannya sangat terbatas untuk mendeteksi lesi primer kecil. CT Scan juga tidak efektif untuk menampilkan lapisan dinding rectum oleh karena itu tidak dapat dipergunakan untuk menilai seberapa jauh telah terjadi invasi kedalam sebesar 70% dan kemampuan untuk mengamati kelenjar limfe sebesar 45% untuk menilai terdapat metastase di hati USG dapat mengganttikan peran CT Scan bila diperlukan. USG dan CT Scan tampaknya lebih akurat untuk deteksi kelainan dihati bila dibanding dengan MRI.
i.          Endosonografi.
Stadium kanker kolrektal mencerminkan derajat penyebaran penyakit. Pada dasarnya stadium penyakit terbagi atas tiga komponen yaitu : invasi lokal, penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis ke lain organ. Konsep tersebut terwakil pada sistem TNM yang diperkenalkan. T memperlihatkan invasi lokal, N memperlihatkan metastasis kelenjar getah bening dan M menunjukkan metastasis ke organ lain.
Tingkatan T dapat ditentukan oleh Endosonografi (EUS) Dinyatakan T1 memeperlihatkan keterlibatan tumor sampai 3 lapis pertama dinding usus, namun lapisan muscularis propria belum rusak karena pertumbuhan tumor. Pada pemeriksaan EUS tampak dinding tumor masih halus. Sedangkangkan T3 memperlihatkan infiltrasi tumor sudah mencapai jaringan lemak sekitar dinding usus atau sudah menembus lapisan serosa. Tampilan EUS sebagai masa tumor dengan pinggir luar iregular atau sebagai pseudopods tumor. Pada T4 tampak ilfiltrasi ke struktur lain atau jaringan sekitarnya.
Metastase pada kelenjar getah bening N dapat juga dilihat dengan EUS. Namun EUS sulit untuk membedakan sebab pembesaran kelenjar apakah disebabkan peradangan atau suatu proses metastasis, meskipun telah ditetapkan kriterianya. Gambaran EUS pada metastasis kelenjar getah bening tampak lebih hipoechoik didaerah jaringan parirektal.Akurasinya hanya mencapai angka 80% s/d 85%. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasi diusulkan untuk mengkaitkan pembesaran kelenjar tersebut dengan tingkatan T.
Kemampuan endoluminal sonografi untuk menetapkan stadium T dan N kanker rectum dilaporkan lebih baik bila dibandingkan dengan CT Scan. Dilaporkan bahwa dari suatu study meta analisa EUS untuk menentukan apakah tumor masih terbatas pada dinding rectum ( T1,T2 ) sebesar 95%. Namun pemeriksaan menjadi sulit bila didapatkan kanker atau striktur yang mengakibatkan penyempitan lumen, sehingga alat tidak dapat sempurna masuk kedalam lumen usus. Lebih lanjut dinyatakan bahwa manfaat endosonografi pada kanker diatas rectum belum didapatkan kesepahaman. Hasilnya masih bervariasi.

7.         Penatalaksanaan
a.         Pencegahan :
1).      Berhenti Merokok. Rokok mengandungi bahan-bahan karsinogen yang meninggikan risiko mutasi sel dalam pembentukan sel kanker.
2).      Kurangkan Berat Badan, Menurut laporan Harvard 1996 Mengenai Pencegahan Kanser, lelaki yang mempunyai berat badan yang sama mempunyai 40 % risiko kanker usus besar dan prostat.
3).      Lakukan olah raga teratur, Melakukan olahraga yang ringan dengan kerap kemungkinan kerana ia membantu membuang bahan kumuh dengan cepat daripada sistem pembuangan dan karsinogen (penyebab kanker) yang mungkin terdapat dalam makanan. Olah raga juga boleh mengurangkan risiko kanker payudara dan prostat, kemungkinan kerana lemak telah berkurangan. Apa yang perlu anda lakukan adalah aktivititas sederhana sejam setiap hari seperti berkebun, menaiki tangga adalah aktivititas yang baik.
4).      Makan sayur-sayuran dan buah-buahan, Kompoun yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang dikenali sebagai psitokemia mempunyai keupayaan mencegah kanser secara alami. Malangnya kajian tidak dapat memastikan jenis makanan yang mengandungi bahan ini. Oleh sebab itu, dicadangkan supaya kita mengambil berbagai sayuran banyak setiap hari. Makanan ini dapat mencegah kanker kemungkinan dengan mengganggu proses menukar hasil makanan itu menjadi karsinogen.
5).      Pengambilan teh.  Kuasa pencegahan kanser dalam teh datangnya dari flavonoids, yaitu komponen antipengoksidaan yang terdapat dalam teh hijau dan hitam.
6).      Kurang makan daging. Pakar mendapati ada sesetengah komponen daging yang bisa menyebabkan anggota kita lebih terdedah kepada karsinogen. Itulah sebabnya orang yang kuat makan daging dua kali ganda risikonya menghadapi kanser usus besar dan prostat. Oleh itu, kurangkan makan daging. Begitu juga dengan cara memasak. Suhu yang tinggi boleh menyebabkan karsinogen pada daging. Daging itu lebih elok dipanggang beberapa minit untuk membuang airnya. Kemudian pangganglah seperti biasa.
7).      Jangan Minum Alkohol. Orang yang minum alkohol terlalu banyak mempunyai risiko yang tinggi menghidap penyakit kanker hati, esofagus (terutama apabila dia turut merokok), usus besar (apabila mereka mempunyai paras asid folik yang rendah) dan kanker dubur.
8).      Melakukan skrining kanker kolorektal untuk deteksi dini kanker kolorektal. Berikut ini beberapa pilihan skrining-skrining dapat dilakukan :
a)    Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui pemeriksaan struktural jika memungkinkan.
b)   Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.
c)    Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari 3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
d)   Pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test) tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
e)    Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
f)    Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid, dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
g)   Kolonoskopi, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah kolonoscope. Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker kolorektal dan polip.
h)   Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5 tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.
i)     Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran ≥ 6mm merupakan indikasi kolonoskopi.
j)     Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.
b.        Diet
1).      Mengonsumsi makanan berserat tinggi, yaitu sayuran dan buah-buahan. Serat siap pakai instan seperti yang banyak diiklankan saat ini tidak direkomendasikan. Lebih baik lagi yang alami. Serat akan menyerap air serta zat karsinogenik dalam usus, sehingga memperbesar berat dan volume tinja. Hal ini akan meningkatkan gerak peristaltik usus untuk mendorong tinja keluar, sehingga kontak dinding usus dengan zat karsinogenik makin singkat, sehingga tidak sempat mengubah sel menjadi ganas. (Lukman, 2008).
2).      Mengonsumsi beberapa jenis makanan dikenal mengandung zat antikanker, antara lain bawang putih, bawang bombay, jeruk, anggur, strawberi, apel, semangka, ubi, dan ketimun.
3).      Mengonsumsi ikan juga bisa menurunkan risiko kanker kolorektal.
4).      Selain itu vitamin A, C, dan E diduga mempunyai khasiat antikanker. Sedangkan, kalsium diduga mempunyai efek proteksi terhadap kanker kolorektal karena mengikat lemak dan asam empedu dalam usus.
5).      Mengonsumsi 1 ½ - 2 buah pisang setiap hari. 100 gram pisang mengandung 0.58 milligram vitamin B6.  Sementara satu buah pisang ukuran sedang seberat 120 gram mengandung 0.70 milligram, artinya untuk memenuhi kebutuhan vitamin B6 untuk lansia berkisar antara 1.5-2 mg per harinya, cukup mengonsumsi 2 buah pisang setiap harinya. Dua buah pisang setara dengan 58 mikrogram folat, meskipun hanya memenuhi sepertiga kebutuhan folat tubuh, karena 2/3-nya dapat dipenuhi dari sumber folat lainnya seperti brokoli, bayam, dan kacang-kacangan.

c.         Therapy
1).      Kemoterapi ajuvan pada kanker kolorektal resectable.
Kemoterapi ajuvan masih menjadi pertimbangan utama pada kanker kolorektal resectable, berdasarkan European MOSAIC Trial yang mengevaluasi FOLFOX-4 dibandingkan dengan 5-FU/LV sebagai ajuvan terapi pada 2.246 pasien stadium II dan III yang telah lengkap menjalani reseksi,  DFS (Disease Free Survival) 4 tahun pada kelompok FOLFOX-4 69,7 % dan 5-FU/LV 61 % sehingga berdasarkan hasil penelitian tersebut  FOLFOX-4 direkomendasikan sebagai terapi ajuvan pada kanker kolorektal stadium dini.
Berikut ini beberapa regimen yang menjadi terapi pilihan sebagai terapi ajuvan berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive Cancer Network V.2.2007 FLOX, FOLFOX-4, FOLFOX-6, 5-FU/LV,Capecitabine
2).      Kemoterapi neoajuvan pada kanker kolorektal unresectable
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan operasi  (pada tumor metastasis di hati) pada  pasien kanker kolorektal secara bermakna mengurangi risiko rekurensi metastasis pada hati. Penelitian ini dilakukan oleh European Organization for Research and Treatment (EORTC) dengan partisipasi dari 4 organisasi kanker di Eropa.
Pendekatan terapi ini menjadi terapi standar pada pasien kanker kolorektal dengan metastasis di hati, diketahui data hampir 50 % dari 1.000.000 penduduk yang terdiagnosis kanker kolorektal setiap tahun akan bermetastasis pada hati. Standar terapi operasi untuk mengangkat tumor pada hati masih memungkinkan tetapi rekurensi seringkali terjadi dan hanya 30-35 % pasien dengan metastasis di hati yang bertahan hidup 5 tahun setelah tindakan operasi. Regimen yang dapat digunakan berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive Cancer Network V.2.2007 FOLFOX, FOLFIRI, CapeOx + bevacizumab
Kemoterapi pada kanker kolorektal metastasis dan rekurensi
Sekitar 50-60 % pasien kanker kolorektal  terdiagnosis dalam  stadium lanjut.  Kanker kolorektal stadium IV atau rekurensi seringkali mengenai hati,  paru atau bermetastasis pada peritoneal. Alur pilihan regimen kemoterapi pada kanker kolon stadium lanjut atau metastasis berdasarkan pedoman terapi kanker kolorektal National Comprehensive Cancer Network V.2.2007.
Pasien yang mentoleransi terapi intensif
Terapi Pertama
Terapi Setelah Progresif I
Terapi Setelah Progresif II
FOLFOX +
Bevacizumab atau
CapeOX +
Bevacizumab

FOLFIRI atau
Irinotecan atau

Cetuximab atau Panitumumab atau Cetuximab + Irinotecan
FOLFIRI + Cetuximab
atau
Cetuximab  + Irinotecan
Penelitian atau terapi suportif
Atau
FOLFORI +
Bevacizumab

FOLFOX  atau
CapeOX  atau
Cetuximab atau

Cetuximab atau  Panitumumab atau
Cetuximab + Irinotecan

Panitumumab atau
Cetuximab + Irinotecan

FOLFOX atau
CapeOX

Atau
5-FU/Leucovorin +
Bevacizumab

FOLFOX atau CapeOX
Irinotecan          Cetuximab atau Panitumumab atau
Cetuximab + Irinotecan

Irinotecan atau
FOLFIRI

Cetuximab atau Panitumumab
atau
Cetuximab + Irinotecan







3).      Regimen yang diakui oleh FDA untuk kanker kolorektal stadium lanjut
Diakui oleh FDA Amerika
Regimen
Terapi lini pertama
Terapi lini kedua
Tahun diakui oleh FDA
Bevacizumab + regimen berbasis 5-FU
(FOLFOX-4,IFL, FOLFIRI dan LV5FU2)


2004
Cetuximab (monoterapi / + irinotecan)

2004
FOLFOX
Lini I : 2004,
Lini II : 2002

FOLFIRI

2000
IFL

2000
Irinotecan

1998
Capecitabine

2002

d.        Pembedahan :
Operasi merupakan terapi utama kanker kolorektal lanjut. Tujuan dari operasi adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan batas sayatana bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor. Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan harus lebih besar 5 cm dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon transversum, fleksure lienalis, kolon desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan.
1).      Kolektomi Kanan
Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan homikolektomi kanan.Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon ransversum.Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan (anastomesis) antara ileum dan kolon ( side-to-side).
2).      Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum proksimal, tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor bagian proksimal acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal, acap ditemukan kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan fasia dibelakangnya.Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian kanan, transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin asupan darah ke rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis.


3).      Kolektomi Kiri dan Sigmoid
Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah sigmoid dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon transversum disambung dengan bagian proksimal rectum.
4).      Operasi Kanker Rektum
Pengangkatan kanker rectum biasanya mengatasi tumor dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen, disamping itu secara bermakna berakibat kepada kejadian gangguan fungsi seksual dan kantong kemih. Oleh karena saat ini telah dikemabgnka berbagai metode operasi seperti ”restorative proctoolectomi with spinchter preservation” dan eksisi lokal.