Minggu, 02 Desember 2012

KTI PPOK


    BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan seiring dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka pola dan gaya hidup pun semakin beraneka ragam dan ditambah dengan aktivitas manusia yang tidak memperhatikan lingkungan, sehingga menimbulkan polusi udara sehingga dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Berbagai macam penyakit yang tanpa disadari dapat terjadi akibat polusi udara antara lain  Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah Penyakit Paru Kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dipsnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer dan Bare. 2002. hal.595).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, PPOK menempati peringkat ke-4 sebagai penyakit uang menyebabkan kematian di Indonesia pada tahun 2010. Dalam dekade mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK semakin meningkat. Adapun catatan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report pada tahun 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kaker paru/ trakea/ bronkus 2,1%, dan asma 0,3% (suara pembaharuan Daily, 2007).
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru (Smeltzer dan Bare. 2005. hal. 595).
Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Namun pada survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian akibat asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4% dan angka kematian 6%, sedangkan angka kesakitan wanita 2% dan angka kematian 4%, dengan umur penderita di atas 45 tahun ( www.webmaster@klikpdpi.com, 2007).
Di Kabupaten Sintang, khususnya  di Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang, berdasarkan data yang diperoleh dari buku register ruang perawatan penyakit dalam, ditemukan bahwa penyakit sistem pernapasan khususnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik terdapat 12 kasus yang terdiri dari 11 kasus terjadi pada laki-laki dan 1 kasus terjadi pada perempuan dari 2518  pasien yang pernah dirawat di ruang Perawatan Penyakit Dalam dari Juni 2007 sampai Juni 2008, sedangkan pada tahun 2012 penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik sebanyak 163 dari jumlah pasien di Ruang Perawatan Penyakit Dalam  sebanyak 3872 yang terhitung dari Januari 2012 sampai mei 2012.
Untuk menyelesaikan pendidikan D3 keperawatan, dalam hal ini penulis mengambil kasus kelolaan selama 3 hari dengan gangguan sistem pernapasan khususnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada Tn. S yang di ambil di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang.

B.       Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah: “Bagaimana gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang”.    

C.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Memberikan gambaran secara nyata terhadap aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah gangguan  sistem pernapasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang dilakukan secara komprehensif dengan pendekatan proses Asuhan Keperawatan.
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus laparan kasus ini adalah:
a.         Memahami konsep dasar Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
b.         Mampu mengumpulkan data dengan lengkap tentang Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
c.         Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
d.        Mampu menetapkan rencana keperawatan pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
e.         Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
f.          Mampu mengevaluasi keadaan pasien secara keselurahan Serta mampu mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah di lakukan kepada klien.
g.         Mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik secara langsung.
h.         Mengidentifikasikan kesenjangan antara teori dengan praktik pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
i.           Membuat kesimpulan dan memberikan saran dari pengaplikasian Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik.

D.    Ruang Lingkup Permasalahan
Mengingat luasnya permasalahan dan terbatasnya waktu, tenaga serta dana yang tersedia dalam menyusun laporan kasus ini, maka dari itu pada penulisan laporan kasus ini, penyusun membatasi masalah hanya pada asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ade Muhammad Djoen Sintang yang di lakukan Asuhan Keperawatan selama tiga hari yaitu, dari tanggal 02 Juli 2012 sampai 04 Juli 2012.

E.     Metode Penyusunan
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis mengunakan metode pendekatan secara metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang mengumpulkan data, menganalisa dan menarik kesimpulan. Untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan berbagai sumber, yaitu;
1.      Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung kepada klien tentang keadaan dan keluhan klien secara langsung dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien dengan gangguan system pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
2.      Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3.      Observasi
Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang objektif dilakukan langsung terhadap klien secara nyata, selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap.
4.      Studi Dokumentasi
Penulis menggunakan berbagai sumber buku, internet, data penyakit dari rekam medik Rumah Sakit Ade Muhammad Djoen Sintang dan literatur, adapun literatur yang dilaksanakan dengan membaca buku, majalah, jurnal penelitian, surat kabar atau artikel ilmiah (Hidayat, 2004). Sebagai referensi yang membahas tentang gangguan sistem pernapasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
5.      Metode Kepustakaan
      Dalam metode deskriptif ini penulis menggunakan studi literatur
informasi dari bahan-bahan bacaan seperti buku-buku di perpustakaan sebagai literatur yang relevan dengan kasus yang diambil sebagai bahan dalam pembuatan Karya Tulis.



F.     Sistematika Penyusunan
Laporan kasus ini terdiri dari lima bab; Bab I berisi tentang Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,  tujuan penulisan, ruang lingkup permasalahan dan metode penyusunan serta sistematika penulisan; Bab II Tinjauan Asuhan Keperawatan yang berisi tentang pengertian asuhan keperawatan, pengkajiaan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi, evaluasi, dan landasan teori kasus yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan serta; Bab III Asuhan Keperawatan klien yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan; Bab IV Pembahasan Aplikasi Asuhan Keperawatan yang meliputi kesenjangan antara teori dan praktik; Bab V Penutup yang berisi  tentang  kesimpulan dan saran.






BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA


A.     Tinjauan  Asuhan Keperawatan
1.    Pengertian Asuhan Keperawatan
Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan dan spiritual. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan dalam praktik keperawatan profesional. Untuk tercapainya suatu asuhan keperawatan professional diperlukan suatu pendekatan yang disebut “Dokumentasi”, keperawatan sebagai data tertulis yang menjelaskan tentang penyampaian informasi  (komunikasi), penerapan sesuai standar praktik, dan pelaksanaan proses keperawatan (Nursalam, 2009).
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan menggunakan metodologi pemecaha masalah melalui pendekatan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawabnya (Nursalam, 2009).
Keperawatana adalah disiplin profesional yang menerapkan banyak bentuk pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis dalam setiap situasi klien melalui pengunaan model keperawatan dalam proses keperawatan (Paula J. Christensen Janet W. Kenney, 2009).
 Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosial, dan spiritual yang komprehensif yang bertujukan bagi individu, keluarga, dan masyarakat baik dalam keadaan sehat ataupun sakit, serta mencakup seluruh proses kehidupan (Asmadi, 2008).
Proses keperawatan menyediakan struktur bagian praktik keperawatan dan merupakan sebuah kerangka pengguanaan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan oleh perawat untuk mengekspresikan human caring ( Judith M. Wilkinson, 2007).
Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan  (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).
a.    Pengkajian
Pengkajian merupakan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari sumber untuk  mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2009).
Pengkajian merupakan suatu proses pengumpulan data yang berkelanjutan guna menentukan kekuatan dan masalah kesehatan klien. ( Paula J. Christensen Janet W. Kenney, 2009).
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:
1)        Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2)        Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3)        Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4)        Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5)        Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6)        Riwayat merokok?
7)        Obat yang dipakaisetiap hari?
8)        Obat yang dipakai pada serangan akut?
9)        Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data yang tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
1)        Frekuensi nadi dan pernapasan pasien
2)        Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3)        Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4)        Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5)        Barrel chest?
6)        Apakah tampak sianosis?
7)        Apakah ada batuk?
8)        Apakah ada edema perifer?
9)        Apakah vena leher tampak membesar?
10)    Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11)    Bagaimana status sensorium pasien?
12)    Apakah terdapat peningkatan stupor?
13)     Kegelisahan?
Palpasi:
1)        Palpasi pengurangan pengembangan dada?
2)        Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
1)        Adakah hiperesonansi pada perkusi?
2)        Diafragma bergerak hanya sedikit?
                 Auskultasi:
1)        Adakah suara wheezing yang nyaring?
2)        Adakah suara ronkhi?
3)        Vokal fremitus nomal atau menurun?
b.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga setatus kesehatan, menurunkan membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2009).
Diagnosa keperawatan adalah analisis/ sintesis data untuk mengidentifikasi  pola dan dibandingkan dengan normal dan model. Diagnosa keperawatan merupakan Suatu pernyataan yang jelas dan ringkas tentang situasi kesehatan klien dan masalah yang sesuai dengan intervensi keperawatan  (Paula J. Christensen Janet W. Kenney, 2009).
Diagnosa keperawatan pada penyakit paru obstruksi kronik menurut ( Judith M. Wilkinson, 2007).
1)   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
2)   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara).
3)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan makanan, anoreksia, mual
4)   Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan
5)   Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurangnya informasi/ tidak mengenal sumber informasi.
6)   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan pertama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
c.    Rencana Tindakan
Rencana keperawatan adalah penentuan bagaimana dapat membantu klien dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pemulihan, pemeliharaan, atau promosi kesehatan ( Paula J. Christensen Janet W. Kenney, 2009).
Keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2009).  Rencana untuk diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit paru obstruksi kronik menurut ( Judith M. Wilkinson, 2007).
1)        Bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil klien mengatakan tidak batuk berdahak lagi, tidak ada sekret di saluran napas, klien dapat mengeluarkan sekret serta RR normal(18-20x/ menit).
Intrevensi :
a)   Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas misalnya mengi, krekels, ronki.
     Rasional :  beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas.
b)   Kaji / pantau pernapasan. catat rasio inspirasi/ ekspirasi.
     Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/ selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibandingkan inspirasi.
c)   Kaji posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur.
     Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah bernapas.
d)  Berikan klien posisi semi fowler atau fowler bantu klien untuk batuk dan latih napas dalam.
     Rasional : Membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
e)   Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah.   
     Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, sakit akut, atau kelemahan.
f)    Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
     Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret.
g)   Kolaborasi : Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebuliser ultranik.
     Rasional : Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat menurunkan pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
h)   Kolaborasi : beri obat-obat sesuai indikasi, bronkodilator.  
     Rasional : Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen cabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
2)         Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
       Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas kembali normal dengan kriteria hasil bernapas dengan mudah, tidak ada sianosis, PO2 normal (80-100 mmHg) PCO2 normal (35-45 mmHg) dan saturasi O2 normal (95-100%).
       Intervensi :
a)   Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
     Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/ atau kronisnya proses penyakit.
b)   Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
     Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
c)   Kaji/ awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa.
     Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral. Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasi beratnya hipoksia.
d)  Awasi tanda vital dan irama jantung.
     Rasional : Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung.
e)   Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi
     Rasional : Dapat memperbaiki/ mencegah memburuknya hipoksia.
3)         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan  
dengan anoreksia, mual/ muntah, ketidakmampuan memasukkan makanan.
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan  selama 3x 24 jam diharapkan Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil berat badan meningkat, klien tidak mual lagi saat makan, nilai laboratorium normal, dan bebas tanda malnutrisi.
Intervensi :
a)   Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.       
Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
b)   Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
c)   Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang menggangu napas dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. 
d)  Hindari makanan yang panas atau sangat dingin.
Rasional : Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
e)   Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori.
f)    Kolaborasi : Konsul ahli  gizi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

4)         Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan,
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola tidur kembali normal (6-8 jam/ hari),  dengan kriteria hasil klien bisa tidur dengan normal lagi.
 Intervensi :
a)   Kaji pola tidur klien
Rasional : mengertahui penyebab gangguan tidur klien
b)   Observai tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
c)   Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : meningkatkan tidur klien
d)  Anjurkan minum susu sebelum tidur
Rasional : meningkatkan keinginan tidur klien
e)   Berikan posisi yang nyaman
Rasional : memberikan rasa nyaman dan meningkatkan tidur klien.
5)         Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan  berhubungan dengan tak akurat/ tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan dan Kriteria hasil : menambah pengetahuan klien tentang kesehatannya dengan kriteria hasil klien/ keluarga menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.
      Intervensi :
a)   Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
     Rasional : Mengidentifikasi pemahaman klien / keluarga.  
b)   Berikan penyuluhan tentang penyakit, pencegahan berulang dan perawatan diri di rumah.
     Rasional : Meningkatkan pemahaman klien/ keluarga.
c)   Diskusikan obat pernapasan, efek samping, dan reaksi yang tak diinginkan.
     Rasional : Penting bagi pasien untuk memahami perbedaan efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
d)  Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif.
     Rasional : Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas.
e)   Anjurkan pasien/orang terdekat dalam penggunaan oksigen aman.
     Rasional : Pasien/orang terdekat dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain terhadap penyakit kronis.
6)         Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan dan Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tidak terjadi demam, suhu tubuh dalam batas normal (36,00C-37,50C).
Intervensi :
a)   Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan/atau dehidrasi.
b)   Observasi warna, karakter, dan bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning, atau kehijau-hijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
c)   Awasi pengunjung : berikan masker sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
d)  Diskusikan kebutuhan makan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e)   Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
     Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas.
d.   Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Tindakan keperawatan dibedakan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional  (Nursalam. 2011).
e.    Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak  (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).

B.     Landasan Teori Kasus
1.      Pengertian
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2009, hal. 192).
Menurut Susan Martin Tucker et al, (2008). Penyakit paru obsrtuksi kronik (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang disertai dengan riwayat emfisema, asma, bronkitis kronis, bronkiektasis, merokok, atau pajanan terhadap polusi udara; terjadi obstruksi jalan napas persisten yang meningkat secara progresif.
Sedangkan menurut Price dan Wilson (2005) Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit Paru-paru Obstruksi Kronis (cronic obstructive pulmonary diseases) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah bronkitis kronik, emfisema paru-paru dan asma bronchial  (Somantri, 2009, hal. 49)
a.    Asma bronkial adalah suatu gangguan pada saluran bronkial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas. Somantri  (2008).
b.   Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang bertahan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun secara berturut-turut (Somantri, 2008, hal.49).
c.    Emfisema paru merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara didalam paru-paru disertai destruksi jaringan  (Somantri, 2008, hal.52).
  1. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
a.    Merokok sigaret yang berlangsung lama
b.    Polusi udara
c.    Alergi
d.   Infeksi peru berulang
e.          Umur 
f.     Jenis kelamin
g.    Ras
h.    Defisiensi alfa-1 antitripsin
i.      Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
  1. Patofisiologi
 Asap rokok dan polusi udara menyebabkan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang paru. Perjalanan udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi merupakan akibat dari adanya dekstruksi dinding (septum) diantara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolus dan di antara parenkim paru-paru. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada area yang tidak mengalami kerusakan gas atau darah.
 Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Selanjutnya menyebabkan destruksi kapiler paru-paru sehingga terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Hal ini di anggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkitis kronis dan merokok.

 Asap rokok, polusi udara                                           Predisposisi genetik


 
Gangguan pembersihan paru-paru                              Hilangnya septum dan jaringan ikat penunjang

Radang bronkial dan bronkiolus                                 Saluran napas kecil kolap
akibat     ekspirasi
Obstruksi jalan napas              Emfisema Sentralobular         
Akibat radang                         & Emfisema Panlobular         Emfisema Panlobular                                                                        
Hipoventilasi alveolar             Lemahnya dinding bronkial dan kerusakan alviolar
 
Bronkiolosis kronik                             Kolapnya  saluran napas kecil saat ekspirasi


SLE                                                    
bronkiolosis kronik                                          Dominan SLE



Gambar. 1. Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
      (Price dan Wilson.2005. hal. 788)
Gambar.2. Fisiologi Perjalanan Penyakit.
  1. Manifestasi Klinis
a.    Kelemahan badan
b.    Batuk berdahak
c.    Sesak napas
d.   Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e.    Mengi atau wheezing
f.     Ekspirasi yang memanjang
g.    Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h.    Penggunaan otot bantu pernapasan
i.      Suara napas melemah
j.      Kadang ditemukan pernapasan paradoksa
k.    Edema kaki, asites dan jari tabuh
5.      Komplikasi
Komplikasin Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Elizabeth J. Corwin, (2009), diantaranya adalah hipertensi paru yang menyebabkan kor pulmonalise dan pneumotoraks. Sedangkan Komplikasi Penyakit Paru Obsrtuksi Kronik (PPOK) menurut Somantri (2009), adalah sebagai berikut :
a.    Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO² < 55 mmHg dengan nilai saturasi O2 < 85 %. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood, penurunan kosentrasi, dan menjadi pelupa.
b.    Asidosis respiratori
  Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2  (hiperkapmia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dan takipnea.

c.    Infeksi saluran pernapasan
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsang otot polos bronkhial, dan edema mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea.
d.   Gagal jantung
Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkhitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat juga mengalami masalah ini.
6.    Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.
7.    Status asmatikus
Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bronkhial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak memberikan respon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat.
8.      Pemeriksaan Diagnostik
a.    Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung dari trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk membuang benda asing. Klien yang telah menjalani prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan atau minum selama minimal 2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali. Jika tidak, mungkin klien akan mengalami aspirasi ke dalam cabang trakeobronkial.
b.    Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi adalah jaringan yang diperoleh dari saluran pernafasan bagian atas atau bawah dengan menggunakan teknik endoskopi yang memakai laringoskop atau bronkoskop. Manfaat utama biopsi paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit paru-paru difus yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
c.    Pemeriksaan Sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernafasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab pada berbagai pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam mendiagnosis karsinoma paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur, karena selesai abnormal bronkus cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.
d.   Analisis Gas Darah
Darah yang digunakan untuk menganalisa tes ini adalah darah arteri, dan yang terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena arteri ini mudah dicapai. Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
PaCO2 merupakan petunjuk yang terbaik untuk mengetahui fungsi ventilasi alveolar. Jika nilai PaCO2 meningkat, maka penyebab langsungnya berupa hipoventilasi alveolar umum. Hipoventilasi akan menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH darah akan turun. Hipoventilasi alveolar dapat terjadi jika TV berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernafas cepat dan dangkal.
  1. Penatalaksanaan Umum Medikal
Tujuan penatalaksanan PPOK adalah
a.         Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
b.         Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c.         Mengurangi laju prigresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih lanjut.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a.       Meniadakan faktor etiologi/ presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindar polusi udara.
b.      Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c.       Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d.      Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
e.       Pengobatan simtomatok.
f.       Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g.      Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitas yang meliputi:
a.    Latihan pernapasan, Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b.    Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.    Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d.   Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Penatalaksanaan Medis                      
a.    Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b.    Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1)   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi, infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/ hari atau eritromisin 4×0.56/ hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2)   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3)   Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4)   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
c.    Terapi jangka panjang di lakukan :
1)   Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2)   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3)   Fisioterapi
d.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e.    Mukolitik dan ekspektoran
f.     Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas.
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

1 komentar:

  1. Casino Roll
    Casino Roll 슬롯 꽁 머니 - Play for 먹튀 랭크 Real money with our 포커 마운틴 exciting games and instant payments. Learn 네온 벳 more about the 실시간배팅 casino welcome bonus and more! Slots.lv Casino Games. Rating: 4.1 · ‎1,936 votes

    BalasHapus